Oleh Ahmad Syahid Ghazali

Peradaban dunia hari ini sedang dirongrong oleh rasa waswas akan kehadiran disrupsi teknologi. Disrupsi teknologi masih diasumsikan sebagai barang yang akan meledak dari kotak pandora. Mungkin saja akan membantu percepatan, pengefektifan, pengefisienan, atau malah memperburuk keadaan peradaban hari ini yang penuh ketidakpastian. Untuk lebih jelasnya, mari kita renungi, sikapi, dan antisipasi kehadirannya bagi peradaban masa kini dan nanti melalui uraian berikut!

Bermula dari abad 2021 ini yang telah digaung-gaungkan memasuki era 4.0, pasti mayoritas dari kita menggunakan teknologi dalam aktivitas sehari-hari. Penggunaan teknologi untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam masa pandemi, berkomunikasi dengan teman sebaya, dan atau hanya untuk mencari hiburan semata. Terlebih masa pandemi kali ini sangat sulit jika kita tidak menggunakan teknologi untuk mempermudah kegiatan, mengingat adanya larangan pembelajaran tatap muka yang berujung ke pembelajaran Daring (PJJ) yang telah berlangsung selama kurang lebih 1,5 tahun.

Dilansir dari KOMPAS.com, Penelitian Cambridge melalui Global Education Census menunjukkan siswa Indonesia sangat akrab dengan teknologi, bukan hanya media sosial namun juga kebutuhan pemebelajaran. Survei Cambridge International yang merupakan bagian dari Universitas Cambridge ini merupakan penelitian global komprehensif pertama yang membantu memperlihatkan kualitas pendidikan sekolah di seluruh dunia untuk pelajar berusia 12-19 tahun. Akhirnya, survei itu menimbulkan kebimbangan dalam menentukan sikap dan prediksi pendidikan Indonesia mendatang.

Fenomena hasil survei itu pun semakin mempertegas disrupsi teknologi dalam kehidupan sehari-hari, termasuk ranah pendidikan. Sebelum mengupas lebih jauh sikap dan prediksi yang bisa dijejaki, kita mesti bertanya dahulu, “Apa itu disrupsi teknologi?” Nah, disrupsi teknologi ialah perubahan sistem tatanan yang baru dalam bidang teknologi karena adanya inovasi sehingga menghasilkan sesuatu yang baru. Apapun bentuknya yang pasti dalam hal yang akan membantu kita dalam kehidupan sehari-hari. Sampai pula pada teknologi yang saat ini berkembang membuat kita bisa mendeteksi gempa bumi lewat ponsel Android yang kita miliki. Hal itu bersandar pada KOMPAS.com, di bulan agustus 2020 Google mengumumkan sejumlah peningkatan untuk platform Android, salah satunya pendeteksi gempa. Perusahaan jasa teknologi itu berniat mulia dengan berkata, “Kami memprioritaskan Android Earthquake Alerts System hadir di negara-negara dengan risiko gempa bumi yang lebih tinggi. Kami juga berencana akan meluncurkannya di lebih banyak negara dalam beberapa waktu mendatang,” tulis Google.

Teknologi yang paling identik dengan siswa saat ini adalah gadget, sedangkan berdasarkan fakta yang ada, gadget adalah teknologi yang paling sering mendapatkan disrupsi teknologi. Gadget dan siswa adalah dua unsur yang sulit sekali dipisahkan. Seakan-akan gadget merupakan alat yang wajib dimiliki setiap siswa. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana siswa dapat membedakan dampak negatif dan positif gadget. Oleh itu, siswa sangatlah membutuhkan pemahaman terkait dengan gadget yang mereka gunakan, Apakah teknologi tersebut hadir sebagai peluang atau ancaman?

Fakta di lapangan menunjukan sisi lain yang mengharuskan kita mengelus dada dan menghela nafas dalam-dalam. Jika dahulu siswa hanya bisa mendapatkan akses informasi dari berbagai media cetak seperti koran,majalah, dan lain-lain. Di masa disrupsi teknologi saat ini, siswa dapat dengan sangat mudah mengakses apapun yang mereka inginkan dan siswa tidak harus membaca berita jika ingin mengetahui informasi, tetapi bisa dilakukan dengan menonton video. Hal ini berpotensi mengganggu kemampuan literasi siswa. Seperti⁸ diilansir dari TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA, bahwa Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada di 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Hal ini berdasarkan survey yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis yang dirilis Organization for Economics Co-operation and Development (OECD).

Disrupsi tekhnologi juga akan menyerang moral, jika siswa menyalahgunakan teknologi untuk berbuat negatif. Seperti kasus yang terjadi baru-baru ini. Dikutip dari detik,com, bahwa seorang pelajar berusia 17 tahun memanfaatkan keahlianya dalam hal teknologi untuk meretas akun instagram salah seorang anak dari seorang artis Ibu Kota. “Pelaku ini termasuk pintar. Dia mempelajari cara-cara meretas akun Instagram melalui internet,” ujar Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran.

Terakhir sebagai contoh paling berbahaya bagi siswa yang merupakan ancaman dari disrupsi teknologi pada gadget adalah game online. Dalam kasus ini permainan pun mendapatkan disrupsi teknologi besar-besaran. Mengapa game online dikatakan memiliki dampak paling berbahaya? Karena game online akan menyerang setidaknya 3 faktor yang dimiliki anak, yaitu:

  1. Karakter

Sebagai contoh: Boros, penggunaan bahasa yang tidak pantas untuk didengar, dan kecenderungan menyalahkan orang lain.

  • Kesehatan

Fisik anak juga terganggu akibat dari game online. Sebagai contoh: Otak depan tak berkembang, insomnia, paparan radiasi, dan kerusakan mata,

  • Psikologi

Gangguan psikologis seperti perilaku autis, penurunanan konsentrasi belajar, dan halusinasi.

Bahkan dampak game online sampai merujuk kepada kematian. Dilansir dari merdeka.com, bahwa seorang anak bernama Raden Tri Sakti (12), siswa SMP kelas 1 asal Desa Salam Jaya, Pabuaran, meninggal dunia dengan diagnosa mengalami gangguan syaraf. Pihak keluarga menyebut penyakit yang dideritanya karena kecanduan bermain game online.

 Begitu banyak ancaman yang disebabkan oleh disrupsi teknologi pada siswa yang mempengaruhi mereka pada masa perkembangan yang sedang dihadapi. Seharusnya siswa dapat memahami peluang yang bisa dimanfaatkan dari disrupsi teknologi. Khususnya, tekhnologi yang sering mereka gunakan, yaitu gadget. Setidaknya, ada tiga dampak positif dalam gadget, yang secara umum terbagi dalam hal komunikasi, sosial, dan pendidikan.

  1. Menambah wawasan tentang perkembangan teknologi.

Siswa bisa memanfaatkan berbagi bentuk perkembangan teknologi seperti menggambar atau mendesain sesuatu yang bersifat digital.

  • Mempermudah kegiatan belajar mengajar

Suatu hal yang belum dipaham secara tuntas oleh siswa bisa dicari penjelasan lengkapanya lewat akses internet. Disana siswa dapat menemukan berbagai referensi terkait dengan ilmu pengetahuan.

  • Mempermudah komunikasi

Siswa dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya terkait dengan terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Seperti rencana kerja kelompok, berdiskusi terkait dengan materi pelajaran, dan hal lain yang dapat dikomunikasikan melalui gadget, selagi tidak bertentangan dengan dunia pendidikan.

  • Menambah teman baru

Terakhir, siswa bisa memanfaatkan media sosial sebagai tempat mencari teman baru, yang memiliki minat terhadap hal yang sama. Hal ini dapat dilakukan siswa dengan masuk ke dalam perkumupulan di media sosial yang berhubungan dengan minat siswa masing-masing.

Selain pemahaman siswa terhadap peluang dan ancaman disrupsi tekhnologi pada gadget, hal yang tidak kalah penting untuk dimiliki oleh siswa adalah peran dalam menyikapi disrupsi tekhnologi dengan baik, sebagai bentuk nyata menghadapi hal tersebut. Siswa tidak bisa hanya paham teori, tetapi juga harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di lingkungan sekolah maupun di rumah, Hal itu akan berdampak baik bagi perkembangan belajar siswa yang harus selalu dijaga, agar siswa selalu berjalan dalam koridor yang benar dan tidak terbawa oleh arus perkembangan teknologi yang terus berkembang seiring dengan berjalanya waktu.